Mengaku Bersalah

Senin, 22 September 2008



Oleh T. Wijaya

TEWASNYA puluhan orang saat antri zakat beberapa waktu lalu, mengejutkan banyak pihak. Termasuk para pimpinan negara ini. Mereka pun berteriak, dan mencari pihak yang bersalah. Semuanya menangkis, dan menjawab bukan sebagai pihak yang bersalah.
Saya tidak terkejut. Sungguh, saya tidak terkejut. Sebab setiap hari kemiskinan di Indonesia melahirkan pertunjukkan teater yang benar-benar mengejutkan, dan sulit dijangkau dengan akal moral. Kemiskinan membuat banyak janda menjadi pelacur, membuat orangtua menjual anaknya, menjadi jongos di negeri orang, merampok, mencuri, membunuh secara berantai, dukun penipu, ulama penipu, pedagang penipu, pejabat korupsi, politikus pemeras, hingga aktifis proyek kemanusiaan dan lingkungan.
Saya justru terkejut jika masih ada orang yang menjaga harga dirinya meskipun miskin atau serba kekurangan. Anehnya, orang-orang seperti ini akhirnya dikatakan naif, bodoh, tolol, atau sok suci.
Lalu, fakta tersebut kemudian dilihat dari sisi moralnya, yang mengatakan pelacur berdosa, membunuh berdosa, mencuri berdosa, korupsi berdosa, menipu berdosa. Cara memandang persoalan dari sisi moral ini terlihat dari sikap pemerintah yang banyak “menghimbau”, pemerintah daerah berlomba membuat peraturan tentang pornografi, termasuk pemerintah pusat yang ingin menggolkan UU Pornografi. Benarkah? Yang terjadi justru peraturan moral ini merusak tatanan nilai moral yang sudah terbangun di masyarakat selama puluhan abad. Berbagai kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di nusantara, terutama kawasan timur Indonesia, secara perlahan akan dimakan oleh peraturan berbasis moral ini.
Saya menolak peraturan berbasis moral itu, sebab saya menemukan fakta bahwa setiap warga Indonesia tidak bercita-cita atau berkeinginan menjadi seorang pelacur, perampok, pencuri, maupun penipu. Apalagi, sejak dahulu, para leluhur bangsa ini berdoa dan membangun kebudayaan yang mulia dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Jadi, bagaimana mengatasi persoalan dampak dari kemiskinan tersebut? Bagi saya, satu-satunya cara yakni menemukan dan kemudian menghancurkan penyebab kemiskinan.
Dan, sudah sering disebutkan oleh kita, penyebab kemiskinan global, termasuk di Indonesia, yakni adanya kolonialisasi oleh kekuatan modal, yang kini bukan hanya berada di negara-negara Barat, juga di negara Timur.
Melawan kekuatan modal ini tentunya dengan kekuatan modal juga. Indonesia kaya, dan modal kita banyak. Tapi pengelolaan yang salah, menyebabkan kekayaan itu terbang ke kas kekuatan modal asing.
Sayangnya, di tengah kesadaran melawan kekuatan modal ini, para pemodal asing ini justru sudah melakukan investasi terhadap calon pemimpin di Indonesia, termasuk di daerah. Mereka memodali sejumlah elemen kekuatan demokrasi, seperti media, partai politik, organisasi massa, akademisi, dan perusahaan nasional. Jika mereka menginginkan si “A” menjadi pemimpin, semua kekuatan itu pun bergerak, ditunjang rakyat miskin yang gampang diberi janji yang enak, dan suka yang instan. Para pemimpin ini kemudian berkuasa, dia pun mewakili kekuatan modal, bukan mewakili rakyat Indonesia yang miskin. Dalam mengatasi persoalan, mereka selalu menghindar menghancurkan penyebabnya, tapi lebih focus menyelesaikan dampaknya, sehingga persoalan kemiskinan di Indonesia tidak akan pernah selesai.
Kini, harapan justru kembali kepada kita. Maukah kita terus dijajah, dan melawan para penjajah modal itu? Maukah kita berjuang dengan kemampuan atau modal sendiri, tanpa harus bergantung dengan bantuan kekuatan modal? Ini semua bergantung pada kita.
Bukankah ini juga persoalan moral? Ya, tapi persoalan moral ini bukan sebatas pornografi, ini sudah menyeluruh. Bagi saya yang muslim, saya melakukan kesalahan dari semua ajaran Allah yang terdapat pada Alquran. Oleh karena itu, solusinya saya harus masuk Islam lagi, dan belajar Islam secara baik. Mungkin begitu juga dengan mereka yang menyakini berbagai ajaran atau kepercayaan. Modalnya, kita secara bersama mengaku bersalah. Bertaubat. Memulai dari kebenaran dan berakhir pada kebenaran.
Saya percaya, tidak satu pun ajaran dari Tuhan, baik yang diturunkanNya di Papua, Kalimantan, Sumatra, Jawa, Timur Tengah, Tiongkok, mengajak manusia untuk melakukan kesalahan atau kesesatan, baik terhadap Tuhan, lingkungan hidup, dan sesama manusia.
Hanya, yang menyakitkan, musuh kita saat ini terlalu dekat dengan kita—seperti saya singgung di atas—yakni para agen modal asing yang memimpin kita. Yang mana kulit, wajah, rambut, dan kepercayaannya, sama dengan kita. Marilah terus membaca, mungkin jalan pertamanya.*

FULL STORY >>

Yuk! Tolak RUUP

Minggu, 21 September 2008


Forum YOGYAKARTA untuk KEBERAGAMAN (YuK!), yang terdiri lebih dari 100 Jaringan Masyarakat Sipil di Yogyakarta dengan tegas MENOLAK keberadaan Rancangan Undang-Undang Pornografi (RUUP), bukan saja karena substansi dan isinya yang masih disemangati oleh rancangan undang-undang sebelumnya (RUUAPP), namun juga karena RUUP bukan merupakan jawaban tepat atas permasalahan pornografi yang merajalela di Indonesia, kurang implementatif, dan berpotensi menimbulkan masalah baru di masyarakat.

Untuk itu, Forum YOGYAKARTA untuk KEBERAGAMAN (YuK!) mengajak bersama-sama melakukan serangkaian aksi pada Hari Senin, 22 September 2008 bersama person-person, elemen, kelompok, komunitas, dan lembaga yang peduli terhadap perikehidupan bangsa yang berkeadilan dan berkemanusiaan:
ACARA PAGI HARI
Pukul : 10.00 – 12.00 WIB
Tempat : Gedung DPRD Propinsi DIY
Acara : Hearing ke DPRD DIY, performance, orasi, pembacaan pernyataan sikap bersama.
Partisipan : GKR Hemas, perwakilan seniman (Butet Kartaredjasa,Tita Rubi), aktivis masyarakat (Methodius, Damairia, Joe Marbun, Yuli Qodir, dll), dan lembaga-lembaga yang tertulis sebagai anggota Forum YOGYAKARTA untuk KEBERAGAMAN

ACARA SORE HARI
Pukul : 14.00 – 17.00 WIB
Tempat : depan Gedung Agung Yogyakarta
Acara : Performance, orasi, pembacaan pernyataan sikap bersama.
Partisipan : GKR Hemas, Ketua DPRD DIY, perwakilan seniman (Butet Kartaredjasa, Bondan Nusantara, Tita Rubi, Toni Voluntero), agamawan (Romo Banu), aktivis masyarakat (Methodius, Mami Vinolia, Joe Marbun, dll), dan lembaga-lembaga yang tertulis sebagai anggota Forum YOGYAKARTA untuk KEBERAGAMAN

Demikian, Forum YOGYAKARTA untuk KEBERAGAMAN mengajak keterlibatan aktif Anda pada serangkaian aksi yang akan kami selenggarakan tersebut. TOLAK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI (RUUP)! Terima kasih.

Wassalam.


Forum YOGYAKARTA untuk KEBERAGAMAN!
Sekretariat:
Kantor KPI DIY. Jl. Patehan Lor, 2B. Yogyakarta

Kontak:
Ani Himawati (0819 0426 7876)
Himawan (0819 0532 8233)
Reni Karnila Sari (0815 687 3328)
Sholikin (0819 3172 0375)
Bondan Nusantara (0818 0274 0246)
Kusen Alipah Hadi (0859 2744 3319)


Lembaga-lembaga yang terlibat dalam aksi Tolak Rancangan Undang-Undang Pornografi (RUUP)!
1. Aksara Yogya
2. Asrama-Asrama Mahasiwa di Yogyakarta
3. AWI (Anak Wayang Indonesia)
4. Anand Krishna Center
5. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM-F) Dakwah UIN Jogja
6. Cemara Institute
7. Circle Indonesia
8. DIAN/Interfidei
9. Diporanno Library
10. FKGA (Forum Komunikasi Guru-Guru Agama) se-DIY
11. Forum Kebangkitan Jiwa Jogja-Solo-Semarang
12. Forum LSM DIY
13. Forum Nom-Noman 0 Km
14. FPUB (Forum Persaudaraan Umat Beriman Indonesia)
15. FAMJ (Front Aksi Mahasiswa Jogja)
16. GERGET (Gerakan Gender Transformatif)
17. GKJM (Gabungan Kaum Jalanan Merdeka)
18. GMKI Cab Yogyakarta
19. GMNI Cab Yogyakarta
20. HMI
21. IDEA Jogja
22. IHAP (Institut Hak Asasi Perempuan)
23. Ikatan Seniman Yogyakarta
24. IPPAK USD
25. IRE
26. IVAA (Indonesia Visual Art Archaive)
27. JARIK (Jaringan Islam Kampus)
28. Jaringan Perempuan Yogya (26 lembaga/komunitas)
29. Jembatan Persahabatan
30. JNP Mahardika
31. Jurusan Sosiologi UGM
32. Karta Pustaka
33. KBMU UIN Sunan Kalijaga
34. KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta)
35. Kedai Kebun Forum
36. Kelompok Kepentingan LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transexual)
37. MUDIKA Kevikepan DIY
38. KKY
39. KOHATI Cab. Yogyakarta
40. Komunitas Warna Kampus UGM
41. KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) DIY
42. KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) Sleman
43. KUNCI
44. LAY
45. LSIP (Lembaga Studi Islam dan Politik)
46. LBH Ansor
47. LBH DIY
48. LBT KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) DIY
49. LMNU (Lingkar Muda Nahdlatul Ulama)
50. LP3Y
51. LSPPA
52. MERTI YOGYA
53. NIM (National Integration Movement) Joglosemar
54. PADII
55. PARKINDO (Partisipasi Kristen Indonesia)
56. PASEBAN (Paguyuban Seni Bantul)
57. PLIP Mitra Wacana
58. PRM (Perguruan Rakyat Merdeka)
59. PGI DIY (Persekutuan Gereja-Gereja se-Indonesia)
60. Persindo (Persaudaraan Indonesia)
61. PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia) DIY
62. PLIP Mitra Wacana
63. PLU Satu Hati (People Like Us)
64. PMII Cabang Sleman
65. PMII Cabang Yogyakarta
66. PMII Komisariat UIN
67. PMKRI Cab Yogyakarta
68. Pondok Pesantren Guna Mrica
69. PSB (Perhimpunan Solidaritas Buruh)
70. Pusat Studi Islam UII
71. PUSHAM UII
72. PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indinesia) Yogyakarta
73. Qmunity
74. RTND (Rumpun Tjut Nyak Din)
75. Rumah Seni Cemeti
76. Rumpun Nusantara
77. Senat Mahasiswa Fakultas (SEMA-F) Ushuluddin UIN Jogja
78. Seniman Yogyakarta
79. Sheep Indonesia
80. SIM-C (Simpul Iman Community) UIN-USD-UKDW
81. SIGAP
82. SOS Desa Taruna
83. SP Kinasih (Solidaritas Perempuan)
84. Suluh Perdamaian
85. Syarikat Indonesia
86. Taring Padi
87. Teater Garasi
88. Teropong APMD
89. Thunder sound system
90. TRI TUNGGAL
91. UPLINK Yogyakarta (Urban Poor Linkaje)
92. USC-Satunama
93. WALHI DIY
94. WKRI Cabang Jogja
95. Yayasan AGAPE
96. YASANTI (Yayasan Annisa Swasti)
97. Yayasan Kampung Halaman
98. Yayasan LKiS (Lembaga Kajian Islam and Sosial)
99. Yayasan Bagong Kusudiarjo
100. Yayasan Pondok Rakyat
101. Yayasan Umar Kayam

FULL STORY >>

Pertemuan Masyarakat Adat se Sulsel

Jumat, 12 September 2008


Sembilan komunitas adat membawa sembilan cerita berbeda pada pertemuan masyarakat adat se Sulawesi Selatan pada tanggal 28-29 Agustus 2008 di Makassar. Pertemuan yang juga dihadiri oleh Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Pak Bunyamin Bura dan Pak Yacobus Mayong Padang ini mendapat sambutan yang besar dari komunitas-komunitas adat yang datang karena mereka sangat berharap masalah diskriminasi yang mereka hadapi baik vertikal (birokrasi dengan pemerintah) dan horizontal (dengan masyarakat, misal masalah stigma sesat) dapat terselesaikan setelah sekian lama mereka dimarginalkan dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Puang Matoa Saidi dari komunitas adat Bissu yang berbicara dalam bahasa Bugis Kuno sebagai pertahanan dirinya terhadap adat dan kebudayaannya mengatakan kita jangan mengingkari apa yang telah diwariskan oleh leluhur kita. Sementara Pak Yacobus Mayong Padang mengutip istilah Bung Karno yaitu jadilah orang Indonesia yang Islam bukan orang Islam yang Indonesia. Intinya kita jangan sampai kehilangan jatidiri, kita boleh Islam tapi jangan Islam Arab, kita boleh Hindu tapi jangan Hindu India dll. Dan yang lebih penting adalah jadilah ORANG INDONESIA YANG MENJUNJUNG TINGGI ADAT DAN KEBUDAYAAN NUSANTARA.
Permasalahan masyarakat adat di Sulawesi Selatan ini sangat kompleks diantaranya:
1. stigmatisasi ritual yang dilakukan oleh agama tertentu
2. tidak ada pembinaan dan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat adat (tidak ada usaha yang jelas dari pemerintah terhadap pelaksanaan budaya masyarakat adat)
3. trauma masyarakat terhadap rencana pemberlakuan perda syariah Islam di sulsel dikarenakan banyak luka sejarah yang belum terselesaikan sampai sekarang ini. (sampai sekarang ini belum ada upaya rekonsiliasasi dengan korban DI/TII )
4. tidak ada transparansi yang dilakukan oleh penentu kebijakan kepada masyarakat adat tentang arah pembangunan daerah.
5. modernisasi dan globalisasi, dibeberapa komunitas, menolak pembangunan (teknologi)
6. koflik kepemilikan lahan dengan perusahaan besar
7. pencatatan Administrasi : kependudukan, Perkawinan/Perceraian
8. campur tangan pihak luar sangat besar (pemerintah, partai politik dan investor)

Masalah stigma hampir muncul dari setiap komunitas yang datang, bahkan Ibu dari Bawakaraeng yang memakai jilbab mengaku "saya sudah pakai jilbab pun masih dianggap sesat atau musyrik".
Dari sekian banyak masalah yang mereka hadapi akhirnya setelah duduk bersama dan berdiskusi selama dua hari akhirnya sembilan masyarakat adat ini mempunyai strategi jitu dalam menghadapi masalahnya yaitu:
1. Membangun agenda untuk saling mengunjungi ;
- untuk memperkuat komunikasi dan kekompakan antar kominitas
- Saling mengundang sebagai acara untuk berkumpul menyaksikan acara adat (misalnya : Mappadendang, Mattojang, dll); dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang filosofi adat antar komunitas
- Melakukan musyawarah terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat adat dan mencari solusi dengan dukungan kebersamaan antar komunitas
- Mengundang komunitas diluar sulsel (tapi tergantung kemampuan fasilitas)
2. Ada upaya untuk pengkaderan ditiap komunitas dengan fungsi sebagai humas ditiap komunitas untuk :
- Mensosialisasikan kearifan local komunitas kepada publik untuk mengurangi penilaian/stigmatisasi yang tidak benar.
3. Advokasi terhadap pemerintah dan legislative memperhatikan kepentingan masyarakat adat, misalnya akses jalan, fasilitas dan perawatan semua situs budaya/adat yang ada.
4. Mendorong Advokasi untuk pengakuan dari pemerintah terhadap keberadaan komunitas adat (khusus terkait dengan ibadah/ritual yang dilakukan komunitas)
5. Advokasi untuk penguatan ekonomi masyarakat adat

FULL STORY >>

Tinjauan Kritis Kerangka Konstitusi terhadap RUU Pornografi

Selasa, 09 September 2008

Dalam FGD RUU Pornografi yang diadakan oleh ANBTI, KPI, The Wahid Institute beserta elemen masyarakat lainnya sepakat menolak untuk disahkannya RUU ini. Selain itu Rustam Tamburaka dari Fraksi Partai Golkar juga berkomitmen untuk menunda pembahasan RUU ini sampai Pemilu 2009 selesai.
Budayawan, politisi, akademisi dan masyarakat adat yang datang di acara ini dengan tegas menyatakan bahwa RUU ini dibuat secara tidak jernih karena tidak sesuai dengan konstitusi negara kita. Jika ini dipaksakan, benefitnya juga tidak ada karena isinya juga sudah ada di Undang-undang lain, masalahnya adalah tinggal menegakkan Undang-undang yang telah ada tersebut.
Sugilanus dari Bali dengan mantap menyatakan ‘merdeka’ dari Indonesia jika RUU ini tetap diteruskan karena menurut Budayawan dan ahli linguistik ini, ketelanjangan adalah bukan sesuatu hal yang mengganggu dalam kehidupan masyarakat Bali. Begitu juga dengan Pendeta Max Demettou dari Papua berseru “SIAPA SEBENARNYA YANG TIDAK MEMPERTAHANKAN NKRI??”. Dan Novita Umbo dari Manado yakin umur Indonesia tidak sampai 10 tahun lagi karena RUU ini akan menghabisi budaya leluhur kita. Dan yang lebih lucunya lagi isi RUU ini sangat kacau karena RUU ini sendiri juga merupakan produk pornografi, walah.....walah…..
Pertanyaannya sekarang, akankah kita menutup mata dan telinga terhadap sesuatu yang mengancam integrasi bangsa kita??

FULL STORY >>

Ada Apa 20 Agustus 2008 di Tebet Barat Dalam??



Kepiting kari, ikan bakar, dan hidangan mak nyess lainnya habis disantap oleh para undangan yang datang ke Jl. Tebet Barat Dalam VII C No. 25 dalam rangka selamatan ANBTI (Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika) pada tanggal 20 Agustus 2008 dengan kantor barunya dan juga sekalian syukuran atas diangkatnya Ibu Maria Farida sebagai hakim Mahkamah Konstitusi. Acara sederhana tapi meriah ini didatangi oleh kerabat dan jaringan ANBTI dan Ibu Maria Farida. Selain menu andalan bikinan Ellen tersebut juga tidak ketinggalan sambal Manado yang sukses membuat para penyantap huh hah huh hah, namun walaupun begitu tidak membuat mereka kapok untuk nambah lagi dan nambah lagi.

FULL STORY >>